Buta


    Namanya di panggil berulang kali. Kali ini lebih lantang dan keras. “ Fakir!!.” Suara pak tua yang menjadi mandornya di tempat kerja. Fakir langsung berlari menuju sumber suara yang tak jauh dari tempat ia sedang mengaduk semen. “ Ini gajimu!! Kau kupecat!!” suara tersebut langsung membuat fakir kaget. “ Salah saya apa pak?” ia bertanya dengan suara gemetar dengan tatapan kosong yang menyiratkan perasaannya.“ Kau pikirlah sendiri. Kerjamu tak ada yang benar Fakir. Aku pusing melihat kau membuat masalah terus disini. Carilah pekerjaan lain.”  Dengan hati dan tubuh yang melemah fakir tak kuasa menahan tangis. Ia telah berusaha keras agar bisa bekerja dengan baik. Pekerjaan keras dengan sengatan matahari. Tak ada kelimuan ekonomi saat ia kuliah yang dipakai disana. Hanya stamina yang kuat  yang membuatnya dapat bertahan menjalani pekerjaan ini. Tapi ia di pecat dan sekarang tak memiliki pekerjaan.
***
    Bau rendang sudah menyerbak kesuluruh bagian rumah kontrakan. Mandeh tak sabar menunggu suaminya pulang bekerja. Ia khawatir dengan kondisi suaminya yang semakin kurus karena bekerja sebagai kuli. Kekawatiran yang membuat ia tak bisa mengeluh menghadapi kehidupan keras di Jakarta. Hanya berbekal gelar sarjana yang di miliki Fakir di Padang. Mereka berdua merantau dan berharap akan mendapat kehidupan yang layak. Terdengar ketukan dari balik pintu. Mandeh tahu itu adalah suaminya. “ Kakak duduklah.. aku telah memasak makanan kesukaan kakak.. makanlah.. kakak pasti lelah bekerja” suara lembut mandeh yang menyambut suaminya pulang. “ Aku dipecat lagi. Maafkan aku!.” Mandeh tak mengubris perkataan suaminya. Ia berjalan menuju dapur mengambil nasi dengan rendang sebagai lauknya. Perasaan suaminya pasti sangat kalut saat ini dan Mandeh tak mau membuat suaminya bersedih.
    “ Eaak...eaakk” suara tangis bayi berumur 1 tahun mengendar keseluruh ruangan. Membuat fakir dan Mandeh berlari menuju kamar. “ Aku lupa fatih belum makan kak.” Fakir kembali menuju dapur dan Mandeh menggendong Fatih yang menangis.” Ini susunya” suara fakir yang terlihat cemas melihat buah hatinya yang menangis kencang. Untunglah fatih dapat tenang. Bagi Fakir mereka adalah semangatnya. Ia mampu bertahan sampai saat ini karena mereka berdua. “ Besok aku akan mencari pekerjaan lagi dik.. “ ujar Fakir dengan semangat dan matanya yang berapi-api. Mandeh sampai takjub melihat sikap suaminya. Ia hanya mengangguk dan mengiyakan perkataan suaminya.
***

    Sebuah surat datang membawa pesan yang di tunggu oleh Fakir. Ia tidak percaya bahwa ada perusaahan yang menerima surat lamarannya. 100 perusahaan yang ia datangi, tapi untunglah usahanya tidak sia-sia. Mandeh juga sangat bahagia melihat suaminya yang melompat tak karuan. Mencubit- cubit pipi Fatih yang berisi. “ Aku sayang kalian berdua” suara Fakir yang berbisik ketelinga istrinya. Mandeh  hanya tersipu malu mendengar ucapan suaminya yang sangat ia cintai. Fatih yang tertidur di pelukan Mandeh ikut tersenyum. Seolah ikut bahagia dengan apa yang dirasakan orang tuanya.
   Paginya, Fakir berangkat menuju kantor. Kakinya tergesah mengejar bus menuju tempat ia bekerja. Jarak tempuh antara rumah dan tempatnya bekerja mencapai 3 jam. Fakir harus berangkat pagi sekali agar tidak terlambat. Apalagi ini adalah kali pertamanya ia bekerja. Tatkala uang tabungan yang dimiliki tinggal sedikit. Mengingat sudah 1 bulan ia tidak bekerja dan hanya berusaha mencari pekerjaan. “Kamu terlambat” suara manajer di tempat Fakir bekerja yang menyambut kedatangannya. “Maaf pak saya tidak akan mengulanginya lagi” ujar Fakir menyakinkan manajernya.”Ingatkan saya jika kamu mau keluar dari perusahaan” ujar manajer meninggalkan Fakir terdiam menunduk.
***
    “ Dik.. Kakak mau kalian balik ke kampung” suara Fakir gemetar ketika berbicara dengan Mandeh. Ini adalah masalah serius kenapa ia ingin Mandeh dan Fatih kembali ke kampung halaman. “  Apa maksud kakak ? Apa kami menjadi beban bagi kakak?” suara Mandeh yang tak kalah bergetar mendengar pernyataan suaminya. Mander berusaha menahan air mata yang ingin keluar dari kedua kelopak matanya. “ Aku sangat mencintaimu dan Fatih dik. Tak ada alasan beban demi kalian. Aku akan berusaha agar kita dapat berkumpul lagi dik” ujar Fakir meyakinkan Mandeh. Tangis diantara keduanya mulai terisak. Mereka sudah tidak tahan lagi untuk menutupi perasaan. Perpisahan memang keputusan yang tepat untuk saat ini. Kehidupan di kota tidak seperti yang mereka bayangkan. Fakir tak menginginkan anak dan istrinya terbebani dan tidak bahagia hidup bersamanya. Di kampung ada orang tua yang menjaga mereka. Ia percaya anak dan istrinya akan bahagia disana.  Fakir berharap Mandeh menerima keputusan yang dibuat oleh dirinya.” Panggil aku jika kakak telah menemukan apa yang kakak cari. Aku akan setia menunggu kakak.” Perkataan Mandeh  membuat Fakir tersenyum. Ia berjanji tak akan mengecewakan Mandeh dan Fatih.
***
    Fakir telah berubah. Kehidupannya telah jauh dari kesusahan. Uang yang dimiliki mengalir tak habis-habis. Ia bekerja, bekerja, dan bekerja. Kesusksesan yang diraihnya karena usahanya selama ini tidak sia-sia. Ia sekarang memakai pakaian mewah. Mempunyai mobil mewah. Seakan dunia sudah berada di dalam genggamannya. Tapi semua tetap kurang bagi Fakir. Ia merindukan Anak dan Isrtinya di kampung halaman. 3 tahun ia tidak datang mengunjungi mereka dikampung. Pekerjaan telah membuatnya lupa pada keluarga yang mejadi semangat hidupnya.
    Hp Fakir bergetar. Dilihatnya ada nama ayahnya di layar ponsel. “ Assalamualaikum kir. Ini bapak. Istrimu sakit. Pulanglah...” ujar ayahnya dengan nada tegas. “ Bawa ke dokter saja yah. Akan kukirimkan uang. Aku sibuk. Pekerjaan ku menumpuk.” Fakir pikir kenapa ayahnya tiba-tiba menelpon,ternyata hanya untuk mengatakan hal tersebut. Jika memang benar Mandeh sakit kenapa tidak di bawa kerumah sakit saja. Ayahnya memang terlalu berlebihan. “Tak bisakah kau pulang nak? Mereka sangat merindukanmu. Aku dan ibumu sedih melihatmu seperti ini. Uangmu bahkan tak bisa menyembuhkan istrimu nak. Pulanglah sebelum kau menyesal..” Telepon terputus. Sudah tidak terdengar suara ayah dari balik telepon. Mungkin ada benarnya juga perkataan ayah. Tapi saat ini memang pekerjaannya benar-benar menumpuk. Ia berjanji akan kembali ke kampung halaman setelah semuanya selesai.
***
    Tinggal beberapa menit sebelum pesawat yang Fakir naiki mendarat di Bandara Internasional Minangkabau. Ia kembali ke kampung halamannya, kota kelahirannya. Hari ini ia akan memberi kejutan bagi keluarganya. Tidak memberi tahu bahwa ia akan pulang, tentu akan menjadi kado tersendiri bagi Mandeh dan Fatih.” Aku membawa kalian berdua bersamaku” ujar Fakir di dalam hati.
    “Assalamualaikum... “ suara Fakir dengan semangatnya masuk ke dalam rumah. Semua orang pasti akan terkejut dengan kehadirannya.” Fakir!” pekik orang tuanya ketika melihat dirinya berdiri di depan pintu. Ibu langsung memeluknya dirinya. Ia tak kuasa menahan tangis melepas rindu melihat anak semata wayangnya pulang. Sedangkan ayah hanya berdiri melihat ibu dan dirinya.” Mana Mandeh dan Fatih yah?” tanya Fakir pada pria baya itu.” Untuk apa kau bertanya hal itu padaku? Untuk apa kau kembali kesini? Masih ingat kau dengan keluargamu? Pulanglah.. Pulang pada kehidupanmu. Tak ada satupun yang dapat kau temui disini” ujar ayah dengan wajah yang seperti menahan emosinya yang meluap-luap. “ Cukup ayah!! Jangan membuatnya bingung. Beritahulah dengan pelan. Kau sungguh tak berperasaan pada anakmu!!” perkataan ibu membuat Fakir semakin bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang dirahasiakan oleh kedua orang tuanya. Ayah pergi meninggalkan Fakir dan ibunya. Kemudian kembali membawa sebuah surat. “ Bacalah.. aku tak akan menjelaskannya padamu” ujar seraya membawa ibu masuk ke dalam kamar.” Mandeh dan Fatih kemana?” tanya Fakir. Tapi tak ada jawaban dari orang tuanya. Ia mencari keseluruh rumah namun tak menemukan keduanya. Ia lelah dan  memilih untuk duduk. Membuka sebuah surat yang diberikan ayah untuknya. Surat yang membuat tangisnya makin menjadi. Sepenuhnya ia telah bersalah terhadap keputusannya. Ia telah di butakan oleh dunia dan inilah hukumannya. Maaf, maaf dan maaf. Hanya kata itu yang ingin diutarakan saat ini. Tapi hal itu tak dapat mengembalikan hal yang telah hilang.
Dear suamiku tersayang
Apa kabar kak? Bagaimana keadaan kakak? Kakak sudah pulang ? Aku sangat rindu kakak.
Aku ingin mengatakan perasaanku pada kakak. Apa boleh kak?
Aku sangat mencintai kakak.
Ketika kakak membaca  surat ini mungkin aku dan fatih sudah tidak bisa bersama kakak lagi. Aku dan fatih mengalami kecelakaan yang membuat nyawa kami hampir tidak tertolong lagi. Aku meminta ayah untuk meminta kakak datang. Tapi kakak terlalu sibuk. Aku tahu, kakak telah menjadi orang yang sukses. Jadi aku menerima alasan kakak. Maaf kak.. aku tidak bisa menjaga Fatih. Fatih meninggal sebelum aku ingin memberi tahu pada kakak.
Kak.. kapan kita bisa tinggal bersama lagi? Aku selalu menunggu kakak memanggilku. Tapi kakaK seperti tidak menginginkan aku mendampingimu disana. Aku lelah kak. Mungkin aku akan segera menyusul Fatih ke surga.
Kak...  jaga kesehatan. Aku akan mendoakanmu dari surga...
Dari istrimu tersayang...
Mandeh
***
    “Fakir.. apa kamu yakin dengan keputusannmu?” tanya ayah seolah ingin mendengar kepastian darinya.” Iya yah. Aku akan menetap di sini. Aku akan berhenti dari pekerjaanku di Jakarta dan memulai usaha disini.” Jawaban Fakir yang terlihat mantap menanggapi pertanyaan sang ayah. Fakir telah sepenuhnya sadar. Ia telah kehilangan orang yang paling berharga dalam hidupnya. Istri dan Anaknya. Untuk kedua kalinya ia tak mau kehilangan kedua orang tuanya. Uang memang telah membutakannya. Demi uang ia bekerja mati-matian tanpa memperdulikan keluarganya. Ia menghilangkan cinta. Membuang cinta demi impian.” Aku sangat mencintai kalian” hal itulah yang selalu di pikirannya saat ini. “ Fakir apa kau ingin menikah lagi?” tanya ibu memecah keheninganku. “ Tentu bu. Aku tak mau Mandeh bersedih melihatku disini.”  Ayah dan ibu tertawa mendengar jawaban Fatir. Ia telah menjadi Fakir yang dulu. Fakir yang mencintai keluarganya.

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen “Pilih Mana: Cinta Atau Uang?” #KeputusanCerdas yang diselenggarakan oleh www.cekaja.com danNulisbuku.com
                                                     


                                           

Komentar